BAGIAN
KEDUA
Senam
pagi, hah, ini adalah satu kegiatan sehat yang sama sekali tidak pernah aku
biasakan. Malas. Itu alasan utamanya. Tapi kali ini setiap bagun pagi aku
bersemangat untuk olah raga. Tidak apa apa. Agar tubuhku tidak kaku saat nanti
memulai perjalanan jauhku. Entah ada energy apa, hidupku jadi semakin
bergairah. Dulu saat bangun tidur, yang kuucapkan adalah “tidak apa apa,
bertahanlah. Stidaknya untuk hari ini saja”. Tapi ucapan yang keluar dari mulut
seksiku kali ini lain. Yaitu, “oke, apa yang harus aku lakukan kali ini?
Persiapan apa lagi untuk memudahkan perjalananku?” dan berkali kali aku liat
list yang telah kubuat. Takut ada yang terlewatkan. Oh iya. Tidak lupa aku
browsing mencari data pendukung pengambil keputusan tujuan arah perjalannku.
Pagi
tadi telah kuserahkan surat pengunduran diri. Dan sudah kutelepon orang tuaku
bahwa aku akan pergi. Iya pergi jauh untuk sesaat. Nanti juga aku kembali bu.
Itulah bujukan. Maaf untuk beberapa bulan aku tidak bisa mengirim uang dulu ya
bu. Iya seperti biasa setiap bulan aku mengirimkan sejumlah uang kepada ibu.
Untuk biaya hidup orang tuaku dan adik adikku. Karena aku anak pertama. Dan aku
tulang punggung mereka. Maaf ayah, ibu, kali ini aku ingin egois sebentar saja.
Sedikit tabunganku bukan untuk kebutuhan kalian. Tapi akan kuhabiskan untuk
memnajakan diriku. Tidak apa apa nanti sepulangnya dari perjalanan aku akan
bekerja keras untuk bisa bertahan hidup. Doakan aku saja agar perjalananku
selamat dan berkah. Hiks. Aku menangis ditelepon. Diseberang sana ada ibu
sedang mendengarkanku. Ibu mungkin tidak dapat menahanku. Hanya nasehat yang
kudengar.
Yes,
surat ijin perjalanan (SIP) sudah ditangan. Dan Surat pengunduran diri sudah
disetujui atasanku. Malam tahun baru tinggal sebelas hari lagi. Dan segala
sesuatunya sudah siap. Dan sudah tidak sabar menunggu malam tahun baru. Tepat
malam dimana aku memulai perjalanan.
Dikamarku
ada globe kecil. Timbul ide untuk menggunakan mengambil keputusan Negara yang
akan ku kunjungi. Kupejamkan mata. Globe mulai diputar. Perlahan jari
telunjukku gerakan ke arah globe. Apapun yang jari telunjukku tunjukkan jika
itu daratan maka itulah Negara tujuan perjalananku. Tapi pengundian pertama
jari telunjukku mengarah ke laut. Hah yang benar saja. Kuulang pengundian.
Mulai kuputar lagi globe dan hap, jariku mengarah tepat perbatasan India. Tau
saja ini jari bahwa aku suka sekali dengan pilem pilem india. Ahihi. Oke. Go go
go India.
Browsing
lagi situasi sekarang di india. Apa saja yang dibutuhkan untuk dapat menikmati
india. Dan, pengucapan bahasa inggrisku harus diperindah agar orang yang dengar
mengerti. Sepuluh hari menuju d’day. Sudah tidak sabar. Mulai bingung dan tidak
sabar. Seolah pesona actor india menarikku untuk segera mengunjunginya. Tidur
pun mimpinya dengan actor india. Menyanyi dan menari ditengah ratusan orang
seperti yang dilakukan dalam pilem pilem india. Bangun tidur senyum senyum
sendiri.
Dan
tiba tiba penyakit konyolku datang. Sudah lama penyakit konyol ini tidak
kambuh. Kadang aku bertindak diluar pikiran dan rencanaku. Entah apa yang
terjadi. Kakiku melangkah semaunya. itulah penyakit konyolku. Tas ransel sudah
dipunggung. Koper tepat berdiri disamping kananku. Kaca mata, air minum, kotak
makanan, dan jaket sudah siap. Dan tidak lupa passport sudah masuk di ransel.
Ini hari ketujuh loh. Yang benar saja. Padahal kan rencananya malam tahun baru
mulai beraksi. Lalu ini apa dan mau kmana? Apakah ini pemanasan? Lagi lagi saat
aku sadar aku sudah ada di kereta api dengan tujuan stasiun yang berdekatan
dengan bandara Sukarno hatta. Semalaman aku duduk manis disalah satu gerbong
kereta api kelas Ekonomi. Tidak apa apa, kelas ekonomi lebih efisien dan nyaman
kok. Beneran deh. Lalu bagaimana dengan tiket pesawatku? Rencananya siang nanti
baru akan kupesan via online. Sudahlah. Beli tiketnya langsung saja nanti. Oh
Tuhan, yang benar saja. Perjalananku benar benar dimulai.
Bismillah,
ucapan doa tak henti aku lapalkan dari sejak keluar kantor sampai di dalam
kereta pun. Oh iya, lupa ngasih tau. Aku adalah DOKTOR (MonDOK di KanTOR). Iya.
Aku tinggal dikantor. Kebetulan ada kamar kosong. Dan efisien kan. Hemat waktu
dan uang untuk ngantor. Ihihi.
Mentari
pagi mebangunkanku yang terlelap semalaman di kereta. Sinarnya yang hangat
membukakan kelopak mataku. Hah silau men. Memang tempat kerjaku menuju ibu kota
sangat jauh. Butuh berjam jam untuk mencapai bandara saja. India, india, india,
lala la la la. Hi hi bangun tidur senyum senyum sendiri deh. Kudengar ada
seorang anak menangis dibelakangku. Aku bangun dan lihat ternyata dia lapar.
Pantas saja menangis tak henti. Untungnya aku punya makanan dikotak makanku.
Itu bekelku. Isinya 2 sandwich buatan sendiri. Aku berikan satu dan satunya lagi
untukku nanti di bandara.
“terima kasih,
neng” ucap ibunya.
“Tidak apa-apa
bu,sebentar lagi sampai stasiun kota. Disana nanti pasti sudah banyak yang jual
makanan”
Kutinggalkan
si ibu dan mataku melihat kea rah pemuda kurang lebih usianya tiga puluh tahunan
lah, dia judes. Mungkin merasa tersik tidurnya dengan tangis si anak.
Akhirnya
sampai juga di stasiun kota. Penumpang mulai perlahan mendekati pintu keluar.
Kereta api ini ada pramugaranya lho. Cakep. Jadi betah. Ihihi aku harus turun
dan melanjutkan perjalanan. Ngantri-ngantri. Aku berjalan tepat di belakang
anak yang tadi aku tolong. Dia digentong bapaknya. Aku berjalan pelan dan
penumpang lain di belakang berdesakan mendorong. Mereka tidak sabar untuk
segera turun. Aku tengteng kotak makanan dan botol minumku, rencananya turun
dari kereta nyari tempat duduk dan sarapan deh. Dan tanpa di prediksi kotak
makananku jatuh kena tendang anak yang aku tolong tadi. Cengo dong aku. Yang
dibelakang terus mendorong untuk cepat keluar dan alhasil makananku keinjek dan
nasibnya hancur dikereta. Hiks. Itu makanan sehatku. Bekel aku.
#bersambung ke BAGIAN KETIGA...
0 komentar:
Posting Komentar