Kuperhatikan
orang orang di stasiun kota. Jam tujuh pagi stasiun masih padat dengan para
karyawan, pelajar, mahasiswa. Mereka berjalan cepat tergesa gesa karena tidak
ingin waktu meninggalkannya. Berbagai profesi berkumpul dengan tujuan berbeda
beda. Masing masing dari mereka memikul beban dipundaknya. Dan dari mereka
berbeda pula menyikapinya. Pasti salah satu dari mereka ada yang sehabis
menagis putus dengan kekasihnya, mungkin ada juga yang udah gak punya lagi
bekal hidup, ada juga yang sedang mempersiapkan untuk presentasi, ada yang baru
melamar kerja dan ada yang baru mulai bekerja.
Mungkin ada juga yang datar datar saja dan ada juga yang sudah bosan
menjalani rutinitas berangkat dari rumah menuju tempat kerja via stasiun kota.
Dengan
sedikit malas kusambung perjalanan. Harus segera pesan tiket dan ini perjalanan
pertamaku. Cukup dikuasai perasaan gugup namun penasaran. Banyak khayalan
dikelopak mataku dan itu membuat semangatku kembali full. Pagi ini tidak ada
salahnya tidak mandi sehari dalam sebulan. Obat pede tetap kubawa tentunya. Perutpun
ikut semangat dan mulai melupakan bekel yang terbuang. “tidak apa” bisiknya. Mudah
mudahan ini tidak menjadi penyakit. Sesampainya di bandara aku terkagum karena
baru kali ini kakiku mendarat ditempat seperti ini. Mungkin bagi orang lain aku
terlihat ternganga dan cengo. Tapi ini memang ekspresiku. Dan aku rasa wajar
saja bagi pemula.
Sangat
susah bagiku untuk tahu lokasi bandara ini dan apa saja fungsinya. Banyak nanya
sih. Tapi kalau diulang ulang bisa bisa dibilang bego. Tapi yah daripada nanti
sampainya malah di Afrika mending aku nanya lagi terus sampai kaki ku menginjak
tanah india.
“where
will you go? Maybe I can help you, miss?”
Suara
yang sepertinya tidak cocok melafalakan bahasa inggris baru saja mendarat
ditelingaku. Dan itu memang ditujukan padaku. Oh my God. He’s him.
“india,
yes, I want to go to india. And what about you?”
Percakapan
mulai hangat. Dia membantuku mencari tiket untuk ke india. Dan waktu
penerbanganku sekitar kurang lebih delapan jam lagi. Sehingga ada waktu untuk
membalas kebaikannya walaupun dengan ngobrol kesana kemari. Karena untuk
mentraktirnya minum teh aku tidak punya cukup uang. Percakapan kami terhenti
saat aku melihat ada bayangan sesuatu yang mengejarnya. Dalam bayangan itu dia
seperti menghindar dan lari ketakutan. Aku berusaha menyembunyikan rasa kagetku
dan mulai mendengarkan lagi curahannya. Ada sedikit bahasanya yang tidak aku
mengerti. Maklum inggrisku kurang lancar. Namun aku dapat manangkap intinya. Bahwa
Negara tujuan dia adalah Thailand. Dia seorang model. Dan sudah berada di Jakarta
seminggu yang lalu untuk pekerjaannya. Namanya adalah Leon. Aku suka dia. Dia laki
laki yang baik.
Tiba
tiba aku dan Leon dikejutkan dengan suasana bising yang mengganggu dari luar
bandara. Berbondong bondong orang dengan mengacungkan handphone masing masing kearah
pintu masuk dan 98% adalah remaja. Mereka berteriak seolah tidak ingin
terkalahkan suaranya oleh yang lain. Jantungku yang lemah tentu saja mendengar
dan melihat semua itu langsung lemas dan tidak mampu berdiri. Aku hanya duduk
dan memegang dada ditempat tunggu. Leon menanyaiku dan meyakinkan bahwa aku
baik baik saja. Tapi jujur suaranya tidak aku dengar karena hening mulai
menguasai diriku. Aku hanya bisa memandang dengan tatapan kosong dan berkali
kali mengangguk karena ingin memberitahu Leon bahwa aku baik baik saja. Dan aku
tidak mau membuat orang lain mengkhawatirkanku.
Dadaku
semakin sesak dan kerumunan remaja remaja tadi semakin mengitarku. Suara mereka
sudah tidak terdengar lagi. Aku hampir tidak sadarkan diri sebelum seseorang
menarik tanganku dan menggiringku entah kemana. Kakiku hanya melangkah. Bukan karena
mendengar siapa siapa tetapi karena ada tangan seseorang membingbingku banyak
yang mendorongku dari belakang. Tidak ada yang aku mengerti. Bahkan saat saat
aku mulai sadar secara perlahan aku lihat Leon melambaikan tangannya kearahku. Dia
berteriak namun tidak aku dengar sama sekali. Dia ingin mengejarku namun tubuh
tubuh lelaki tegap mengitariku dan menghalangi Leon. “Apa yang terjadi?”
teriakku dalam batin. Tentu saja tidak ada seorang yang akan mampu mendengar.
Semua
terjadi begitu cepat. Ketika aku tersadar tubuhku sudah duduk rapi dengan seat belt
yang terpasang. Perlahan membaca situasi
agar semuanya dapat aku pahami. Aku melihat kearah jendela dan pesawat sudah
berada diatas langit. Kuusap dadaku dengan satu tangan dan tangan satunya lagi
meraba raba anggota badanku. Takut ada sesuatu yang hilang dan aku tidak
menyadarinya. Utuh. Aku sadari aku dalam keadaan utuh. Hanya saja aku masih
belum mengerti apa yang sebenarnya sudah terjadi pada diriku. Bagaimana bisa aku
tersadar saat pesawak sudah berada di atas langit.
#bersambung ke BAGIAN KEEMPAT...
#bersambung ke BAGIAN KEEMPAT...
0 komentar:
Posting Komentar